Jalan Panjang Atlet untuk Sejahtera dalam Urusan Mental
Artikel
Jihan Aulia Zahra | 4 November 2021
Kesehatan mental pada atlet masih menjadi topik yang tabu dalam dunia olahraga. Tidak banyak yang membicarakan hal ini, padahal kesehatan mental penting untuk semuanya, tak terkecuali atlet dengan beban latihan yang berat.

Tokyo Olympic 2020, PON Papua 2021, hingga Thomas & Uber Cup 2020 menjadi salah satu ajang yang paling mendapatkan perhatian beberapa pekan ini. Berbagai macam kejadian, keunikan, dan hal-hal luar biasa tidak luput dari pemberitaan. Kabar baik maupun kabar kurang baik terus kita dapatkan dari pesta olahraga  tersebut. 


Aspek-aspek yang selama ini tidak menjadi fokus pada kehidupan atlet kemudian menjadi cukup dibicarakan. Contohnya, salah satu pembicaraan yang ramai saat Tokyo Olympic 2020 adalah keputusan atlet senam asal Amerika Serikat yang dalam kariernya sebagai atlet telah mendapatkan setidaknya 19 medali emas, Simone Biles, memutuskan untuk mengundurkan diri dari perlombaan cabang senam dengan alasan kesehatan mentalnya yang memburuk.


Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa berolahraga memiliki manfaat dalam membantu menaikkan suasana hati yang kemudian memiliki pengaruh pada kesehatan mental. Dengan menggerakkan tubuh, kita dapat meningkatkan endorfin dan enkefalin, dua hal yang memproduksi hormon yang membuat kita merasa lebih baik. Berolahraga juga membuat diri kita hanya fokus kepada diri sendiri dibandingkan kesibukan yang sering datang pada kita, sebagai bagian dari istirahat dan fokus diri yang sering kali kita butuhkan.


Meskipun kegiatan olahraga yang telah kita bahas terlihat sangat positif, tetapi tidak membuat atlet—yang kegiatan utama mereka adalah berolahraga—kebal dengan tantangan kesehatan mental. Bahkan, atlet memiliki tekanan tersendiri pada aspek kesehatan mental seperti tekanan untuk selalu tampil baik saat bermain, latihan yang terlalu banyak menguras energi, bahkan kehidupan mereka yang disorot publik menjadi sangat menantang bagi mereka dalam aspek kesehatan mental.


Kembali lagi pada Simone Biles yang memutuskan untuk mundur bermain pada cabang olahraga senam di Tokyo Olympic 2020. Mundurnya Biles mengejutkan banyak pihak, terutama orang-orang yang menyelami dunia senam. Selama ini, Biles dikenal sebagai  pesenam paling berprestasi sepanjang masa membuat banyak orang menilai Biles sebagai pesenam yang percaya diri dan tidak pernah takut dengan pesaingnya. Topik kesehatan mental pada atlet yang mundur memang belum dibicarakan secara gamblang oleh khalayak. Untungnya, keputusan Biles juga mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk Asosiasi Senam Amerika Serikat.


"Setiap kali kita berada dalam situasi stres yang tinggi, kita mulai menjadi ketakutan dan tidak benar-benar tahu bagaimana menangani semua emosi itu, terutama di olimpiade," kata Biles mengonfirmasi kemundurannya pada olimpiade.


Keputusan Simone Biles ini akhirnya mulai meninggikan pembicaraan mengenai kesehatan mental dan kesejahteraan (well-being) sendiri, terutama dalam kalangan atlet. Dari sebuah data yang dikutip oleh organisasi Athletes for Hopes, terdapat 35 persen atlet di Amerika Serikat yang mengalami gangguan mental seperti stres, gangguan makan, kelelahan, depresi, dan kecemasan. Tidak banyak orang peduli terhadap topik kesejahteraan mental dari atlet, kebanyakan dari mereka lebih fokus dengan fisik dan bagaimana seharusnya atlet terus berlatih untuk meningkatkan peluang menang mereka pada perlombaan atau olimpiade tertentu. Hal ini dikonfirmasi sendiri oleh atlet renang profesional dan juga bintang Olympic, Michael Phelps.


“Ini sangat menakutkan. Karena ada begitu banyak orang yang sangat peduli dengan kesejahteraan fisik kami, tetapi saya tidak pernah melihat peduli dengan kesejahteraan mental kami sebagai atlet. Kami hanyalah sebuah produk bagi publik,” kata Michael Phelps pada suatu wawancara.


Simon Biles bukanlah satu-satunya atlet yang memilih mundur dalam sebuah perlombaan karena masalah mentalnya. Sebelumnya, Michael Phelps yang menjadi salah satu atlet paling disorot karena performanya yang luar biasa pada 2008 Olympics di Beijing, juga mengalami tantangan pada aspek mentalnya. Setelah didiagnosis mengalami depresi, gangguan kecemasan, serta pikiran untuk melakukan bunuh diri, Phelps menjalani pengobatan dan rehabilitasi karena pernah menggunakan marijuana serta beberapa kali tertangkap karena mengemudi dalam keadaan mabuk. Sampai pada tahun 2014, ia sudah dua kali ditangkap karena kasus mengemudi dalam keadaan mabuk. Akhirnya, Phelps dihukum oleh Asosiasi Renang Amerika Serikat dengan dilarang mengikuti perlombaan apapun selama beberapa waktu.


Setelah menjalani rehabilitasi dan mendapatkan bantuan profesional untuk menangani masalah mentalnya selama bertahun-tahun, Phelps kemudian kembali berlaga pada 2016 Olympics di Rio de Janeiro. Seketika, Phelps kembali menjadi bintang karena berhasil menjadi atlet paling banyak memenangi medali sepanjang masa dengan membawa pulang 28 medali dengan 23-nya adalah medali emas. Kondisi fisik dan tentunya mentalnya yang sudah jauh lebih baik membuat Michael Phelps dapat kembali mengikuti olimpiade dengan cemerlang. Bahkan melebihi prestasinya pada olimpiade sebelumnya.


Tidak hanya Michael Phelps, atlet ski paling bersejarah di Amerika Serikat, Lindsey Vonn, mengakui bahwa ia pernah mengalami masalah dengan kesehatan mentalnya. Mengalami banyak masalah dan kelelahan secara mental membuatnya akhirnya berhenti sementara dari kegiatan atletiknya dan mengambil pengobatan. Ketika Vonn sudah merasa pulih, ia kembali pada olimpiade dan berhasil mencetak medali pada 2018 Olympic yang dilaksanakan di Pyeongchang.


Melihat Michael Phelps, Lindsey Vonn, dan masih banyak atlet di luar sana yang mengambil keputusan untuk beristirahat sejenak dari kegiatannya untuk dapat memulihkan kondisi mental mereka dan kembali dengan prestasi yang tidak kalah mengagumkan dari apa yang telah mereka alami, kita dapat mengetahui bahwa tidak selamanya beristirahat adalah pilihan seorang pengecut. Begitupun keputusan yang diambil oleh Simone Biles. Dalam proses untuk pulih, setiap orang memiliki perjuangan mereka masing-masing, termasuk diri kita.


Ada beberapa langkah kecil yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mental kita. Selain istirahat sejenak, kita dapat mulai berbicara dengan keluarga, teman dekat, atau siapapun yang membuat kita nyaman mengenai kesulitan yang kita alami. Kemudian, kita dapat mulai menilik apa yang sedang terjadi pada diri dengan memahami situasi dan kondisi sekarang. Lakukanlah aktivitas baru di luar dari yang biasa kita lakukan. Tetapi, pastikan aktivitas tersebut tidak membawa perasaan tertekan yang lain agar kita dapat menikmati aktivitas tersebut.


Apabila pada perjalanannya kita merasa bahwa kita tidak dapat melakukan dan menyelesaikan penyembuhan secara individu, jangan lupa untuk meminta bantuan profesional. Dengan mendapatkan tindakan ataupun terapi, bukan tidak mungkin bahwa pencapaian hidup akan lebih mudah diraih karena kesehatan mental yang lebih meningkat. 


Pada akhirnya, apapun pilihan yang diambil oleh seseorang, termasuk atlet sekalipun, dalam upaya memiliki kesehatan dan kesejahteraan mental, sudah sepatutnya harus dihargai. Bukan ranah kita untuk menghakimi seseorang karena merasa tidak dalam kondisi yang baik-baik saja dengan mentalnya. Keputusan untuk beristirahat sejenak dan fokus dengan perasaan yang datang setelah hari yang panjang nan melelahkan bukanlah sesuatu yang salah. Bahkan bisa menjadi tepat bila kita berhasil melewatinya dengan aktualisasi diri yang lebih optimal di masa depan demi mencapai versi terbaik diri, seperti yang dilakukan oleh Michael Phelps, Lindsey Vonn, maupun Simone Biles.


Related Content
Artikel
Septi Liberty | 29 Januari 2022
Artikel
Nabila Nurkhalishah Harris | 17 Desember 2021
Artikel
Andrea Lusi Anari | 14 Desember 2021
Unlock Your Future Growth
Subscribe to our newsletter
Copyright 2021. PT. Gramedia. All Rights Reserved.