Jangan Sampai Punya Pola Pikir Scarcity Mentality
Artikel
Nabila Nurkhalishah Harris | 17 Desember 2021
Abundance mentality sangat penting dimiliki seorang pemimpin berkesadaran. Bagaimana cara lepas dari scarcity mentality? Temukan jawabannya di sini!

Apakah kamu pernah melihat lingkungan kerja dengan persaingan yang tidak sehat di mana rekan kerja saling berlomba untuk mendapat promosi, namun dengan cara dengan menjatuhkan satu sama lain?

Mengerikan sekali, ya, lingkungan kerja yang seperti itu. Sebagai seorang pemimpin khususnya di sebuah perusahaan, terdapat kemungkinan bahwa kita akan menjumpai anggota tim yang beranggapan bahwa ia tengah bersaing dengan rekan kerjanya. Padahal, sebagian besar orang-orang yang berada di sebuah perusahaan tidaklah sedang berkompetisi, melainkan sedang berjalan menuju satu tujuan yang sama.

Jika kita telusuri lebih lanjut, maka kita akan menemukan bahwa sifat kompetitif yang tidak sehat ini berakar dari scarcity mentality. Hmm, apa sih yang dimaksud dengan scarcity mentality? Apa pentingnya untuk dipelajari?

Pada artikel pertama dalam seri “Conscious Leadership” ini, kita akan membahas tuntas apa yang dimaksud dengan scarcity mentality, juga pola pikir yang dapat memeranginya, yakni abundance mentality

Diharapkan, dengan mempelajari mengenai kedua pola pikir tersebut, kamu akan dapat menganalisis diri sendiri dan orang lain, menangani pola pikir scarcity mentality yang dapat memberikan hambatan bagi kemajuan, dan mengadopsi cara berpikir abundance mentality yang akan membawakan lebih banyak kebahagiaan dan ketenangan.

Setiap manusia memiliki cara pandang terhadap kehidupan yang terbentuk dari pelbagai faktor yang kompleks. Scarcity mentality singkatnya adalah cara berpikir yang didasari oleh ketakutan. Ketakutan bahwa nantinya kita akan kehabisan sumber daya atau modal (resource). Bahwa resource itu tidak akan cukup. 

Cara berpikir ini tercermin dalam kepercayaan bahwa semua tidak akan berubah, yang seringkali tertanam di alam bawah sadar kita. Kepercayaan tersebut seringkali terekspresikan melalui kalimat, “Ya memang seperti itu keadaannya, tidak mungkin berubah”. Ataupun perilaku menyabotase dan membatasi diri sendiri dengan kalimat, “Aku tidak bisa, punyaku tidak cukup. Aku tidak punya uang. Aku tidak tahu harus apa".

Adapun scarcity mentality kerap kali ditandai dengan beberapa tindakan berikut:

Mengumpulkan semua benda yang bisa dikumpulkan hingga memenuhi rumah hingga sulit menyisihkan barang.

Sulit menerima, baik itu pujian, hadiah, hingga kebaikan.

Kerap kali meremehkan pencapaian, baik pencapaian diri sendiri maupun orang lain. Ketika dipuji, orang dengan scarcity mentality cenderung menjawab, "Ah, tidak ah, biasa saja..."

  • Mengumpulkan semua benda yang bisa dikumpulkan hingga memenuhi rumah hingga sulit menyisihkan barang.
  • Sulit menerima, baik itu pujian, hadiah, hingga kebaikan.
  • Kerap kali meremehkan pencapaian, baik pencapaian diri sendiri maupun orang lain. Ketika dipuji, orang dengan scarcity mentality cenderung menjawab, "Ah, tidak ah, biasa saja..." 
  • Menunjukkan gestur yang menunjukkan rasa kurang, seperti tidak memberikan tips, mencuri, menipu, menutup-nutupi sesuatu, pelit terhadap ilmu, takut orang lain lebih jago dari dirinya, takut orang lain lebih diuntungkan, mencari jalan pintas, tidak mau mengeluarkan modal untuk mendapatkan ilmu, hingga takut kehabisan saat ada buffet, sehingga membungkus semua menu makanan.

Apakah beberapa hal di atas tampak normal dan cukup sering kamu lakukan? Jika iya, tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Pola pikir seringkali merupakan hasil bentukan orangtua, keluarga hingga lingkungan kita. Terkadang, kita tak menyadari bahwa kepercayaan orang-orang di sekeliling kita dapat mempengaruhi bagaimana kita memandang dunia. 

Langkah paling awal yang perlu dilakukan seseorang yang baru mempelajari scarcity mentality, adalah menggali pikiran apa saja yang dimilikinya untuk kemudian menyaksikan pikiran-pikiran itu tanpa penghakiman. Setelahnya, barulah dapat dilakukan pengategorisasian, apakah pikiran tersebut merupakan buah dari pola pikir scarcity mentality atau bukan?

Itulah yang dimaksud dengan scarcity mentality. Adapun sudut pandang atau mentalitas yang merupakan lawan dari scarcity mentality, disebut sebagai abundance mentality

Abundance mentality sendiri merupakan sudut pandang atau cara berpikir yang berdasarkan kepercayaan. Seseorang yang percaya bahwa ia tidak pernah kekurangan, selalu hidup berkecukupan, tidak hitung-hitungan dalam perilakunya, dan tidak pamrih adalah sosok yang memiliki abundance mentality.

Singkatnya, abundance mentality dapat ditafsirkan sebagai selalu merasa diuntungkan, apapun yang terjadi. Merasa beruntung ketika orang lain lebih sukses dari kita, karena berarti saya juga bisa sukses.

Namun, perlu diketahui, abundance mentality bukanlah sebuah keadaan di mana tidak terdapat rasa iri atau keinginan untuk memiliki apa yang dipunyai orang lain. Merasa iri adalah suatu hal yang sangat manusiawi. 

Sejatinya, rasa iri berfungsi untuk menunjukkan kepada kita apa yang kita inginkan. Yang tidak tepat adalah jika rasa iri itu disusul oleh kepercayaan bahwa apa yang dicapai atau dimiliki orang lain tidak dapat kita capai maupun miliki. 

Yang paling penting adalah, ketika kita merenungi apakah cara pandang kita mengenai suatu hal didasari oleh scarcity mentality atau abundance mentality. Kita pun akan melihat pola, cara berpikir yang manakah yang sudah menjadi kebiasaan kita? 

Cara berpikir yang telah menjelma kebiasaan itulah yang mempengaruhi kemajuan kita. Perlu kamu ketahui bahwa pola pikir akan mempengaruhi pikiran. Pikiran akan mempengaruhi emosi, sementara emosi mempengaruhi tindakan, dan tindakan mempengaruhi hasil.

Seringkali, ketika tidak puas dengan hasil yang kita dapatkan, maka kita pun mengubah tindakan kita. Namun sejatinya, ketika melakukan hal tersebut, kita telah melewati dua hal yang sebetulnya tidak boleh diabaikan; yakni pikiran dan emosi.

Kedua hal tersebut masih digerakkan oleh pola pikir scarcity mentality. Dan pada akhirnya, pola pikir, pikiran hingga emosi ini akan lebih kuat dan kembali menggerakkan tindakan kita untuk berperilaku sesuai scarcity mentality dan kembali mendapatkan hasil yang akan didapatkan dari pola pikir scarcity mentality.

Itulah yang dinamakan dengan scarcity mentality, abundance mentality, serta kaitannya dalam pekerjaan. Abundance mentality sangat dibutuhkan untuk menjadi pemimpin yang berkesadaran. 


Dari tulisan ini, kamu dapat mulai menilai apakah kamu memiliki scarcity mentality atau abundance mentality. Bagi kamu yang ingin terus belajar bagaimana cara untuk menjadi pemimpin yang berkesadaran, simak terus series artikel ini dan jangan lupa untuk mengambil kursus yang bisa diakses di https://tinyurl.com/Course-ConsciousLeadership milik Kognisi.id, ya!


Related Content
Artikel
Septi Liberty | 29 Januari 2022
Artikel
Andrea Lusi Anari | 14 Desember 2021
Artikel
Andrea Lusi Anari | 9 Desember 2021
Unlock Your Future Growth
Subscribe to our newsletter
Copyright 2021. PT. Gramedia. All Rights Reserved.